Facebook/ Isbedy Stiawan ZS
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar frasa ‘anjing dini hari’. Mungkin yang terlintas dalam benak Anda adalah seekor anjing liar yang kelayapan tengah malam hingga dini hari, mencari mangsa, seekor anjing yang hanya berkeliaran di malam hari, atau seekor anjing yang libidonya membuncah ketika dini hari tiba. Di dini hari yang kelam dan lengang, seekor anjing liar bisa jadi tambah liar, menobatkan dirinya menjadi penguasa malam bersama hantu-hantu dan arwah gentayangan. Di benak saya, anjing dini hari adalah anjing yang melolong dini hari, yang lolongannya mencabik keheningan malam. Lolongan anjing dini hari adalah lolongan histeris, dan berbau mistis.
Tapi, apa pun itu, ‘anjing dini hari’ di sini adalah judul kumpulan puisi karya Isbedy Stiawan ZS. Ini adalah yang kesekian kalinya Isbedy menerbitkan buku kumpulan puisisnya, setelah Aku Tandai Tahi Lalatmu (Gama Media Yogyakarta, 2003), Menampar Angin (Bentang Yogyakarta, 2003), Kota Cahaya (Grasindo Jakarta, 2005), Kembali Ziarah (Gama Media, 2005), dan beberapa lagi. Sedangkan Anjing Dini Hari diterbitkan oleh Rumah Asprirasi Rakyat (Lampung) tahun 2010.
Anjing Dini Hari adalah kumpulan pusisi Isbedy yang dia tulis dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Pusisi-puisi dalam buku ini sebagian sudah pernah diterbitkan di berbagai surat khabar, baik surat khabar daerah, maupun nasional. Penerbitan buku ini sekaligus menandai dekade ke-enam perjalanan hidup Isbedy. Ini adalah buku kumpulan puisinya yang pertama setelah menginjak usia 50. Mungkin itulah sebabnya, Isbedy menempatkan puisinya yang berjudul Lima Puluh pada urutan pertama.
Lima Puluh
perjalanan sudah jauh
dari akar pertama
hingga ke pucuk ranting
tubuh pohon tumbang
di leher sungai…
2008
Sedangkan pada puisi Anjing Dini Hari, Isbedy menulis
terbangun tengah malam, aku sudah menjadi anjing
termangu di teras rumah menunggu ayahku pulang
dari klub malam bersama perempuan jalang
menabur uang
didapat dari menjarah milik negara
….
Secara keseuruhan, Anjing Dini Hari terdiri dari 83 puisi, panjang dan pendek. Puisi Anjing Dini Hari adalah puisi yang terpanjang (3 halaman lebih sedikit), sedangkan yang terpendek adalah puisi Lima Puluh seperti yang tertera di atas.
Sunu Wasono dosen Fakultas Ilmu Budaya UI, dalam catatannya di sampul belakang buku ini, menulis, “Ada satu hal yang menandai sajak-sajak Isbedy, yakni ketunggalan nada. Saya tidak menemukan nada humor, seloroh atau main-main dalam sajak Isbedy. Secara keseluruhan sajak-sajak Isbedy bernada serius. Mungkin hal ini disebabkan Isbedy cenderung menjadi seorang perenung sehingga di matanya persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjelma sajak-sajak serius yang jauh dari nada humor atau main-main. Sikap apa pun yang dipilih seorang penyair dalam menanggapi tidaklah terlalu menjadi masalah. Hal ini sepenuhnya menjadi hak penyair. Isbedy dengan pilihan sikapnya telah melahirkan sejumlah sajak yang bernada tunggal; serius. Dan sajak-sajak semacam itu mendapat tempat dalam sastra Indonesia. Isbedy telah menunjukkan sebagai penyair berkelas yang laik diperhitungkan.”
Buku kumpulan puisi yang dikatapengantari oleh Alzier Dianis Thabrani ini menampilkan repro lukisan karya Dirot Kadirah pada sampul depannya. Mengapa Alzier yang memberi kata pengantar pada buku ini sempat menjadi perbincangan di kalangan kritikus sastra Lampung. Keberadaan kata pengantar tersebut seolah menandai ada hubungan khusus antara seniman dan politisi, mengingat Alzier adalah politisi partai Golkar, dan pernah terpilih sebagai gubernur Lampung meski gagal dilantik.***
0 comments:
Post a Comment