MIRIS melihat orang tua sekarang yang tidak acuh terhadap anak-anaknya yang tidak puasa. Seolah mereka tidak punya pandangan apap-apa terhadap pendidikan agama anak-anak mereka. Blank. Mereka membiarkan anak mereka yang seharusnya sudah mulai berpuasa tidak puasa. Anak-anak mereka yang tidak berpuasa bergabung dengan mereka yang berpuasa. Celakanya, ada pula yang orang tuanya (terutama bapaknya) tidak puasa.
Bukankah puasa itu adalah nilai-nilai yang seharusnya ditanamkan sejak kecil, alias perlu dilatih. Anak-anak yang tidak terlatih berpuasa sejak kecil akan terbawa-bawa tidak puasa sampai mereka dewasa. Sebaliknya, mereka yang sudah terlatih berpuasa sejak kecil, akan terbiasa berpuasa hingga mereka dewasa.
Teringat orang tuaku dahulu, ketika saya masih kanak-kanak, yang sangat ketat soal puasa. Setiap subuh, bapak memaksa kami bangun untuk sahur, bukan hanya sekedar membangunkan dengan suara, bahkan menyeret kami dari tempat tidur bila kami membantah.
Pernah suatu kali saya menolak bangun meski sudah diseret-seret. Meski akhirnya bapak menyerah, tetapi saya tetap diwajibkan puasa. Caranya sungguh kejam. Semua makanan dihabiskan. Ketika saya bangun di pagi hari, saya tidak mendapatkan makanan apa-apa. Akhirnya, saya hanya minum dan makan-makanan apa saja yang bisa saya temui. Dan jangan harap kejadian itu akan terulang ke dua kali karena, esoknya, bapak bertindak lebih kejam.
Sekilas memang terkesan tidak tulus; saya melakukan puasa tidak dengan tulus ikhlas. Dan memang demikianlah adanya. Tetapi tetap ada gunanya. Dan yang namanya latihan memang tidak harus berhasil seratus persen. Sekali-sekali saya ada membatalkan puasa secara diam-diam bersama teman-teman.
Kalau tidak puasa, jangan harap kami bisa makan bersama pada saat buka puasa (lagipula, kalau tidak puasa apa pula perlunya berbuka puasa). Kalau tidak duluan, ya belakangan. Biasanya kami, yang tidak puasa, makan belakangan, memungut sisa-sisa mereka yang puasa, dengan diledek oleh kakak-kakak yang puasa. Kadang pula makanan dihabiskan bagian yang enak-enaknya, sehingga kami harus memungut bagian yang tidak enaknya. Sungguh suatu siksaan berat ketika itu. Apalagi wajah bapak tidak ada cerahnya sama sekali, pertanda dia tidak mentolerir tindakan kami. Suasana seperti itu benar-benar membuat kami down.
Sebaliknya, kalau kami puasa bapak memuji-muji, bahkan menghadiahi makanan yang enak-enak, apa saja yang kami minta untuk berbuka. Pokoknya berpuasa membuat suasana bahagia; kami bahagia, bapak bahagia, meski, mungkin, dalam hati dia curiga. Dan ketika buka puasa tiba, di situlah puncak ekstasi itu, semua keluarga bergembira, merayakan kemenangan pada hari itu. Meski dalam hati, kadang-kadang, saya merasa berdosa karena sudah menipu bapak.
Pernah suatu kali teman bapak bertanya, “Anak-anak puasa semua?” katanya. “Ya, begitulah menurut pengakuan mereka,” jawab bapak. Mendengar jawaban bapak hatiku berdegub kencang, tapi berusaha aku sembunyikan. Jangan-jangan bapak tahu pikirku dalam hati.
Bila lebaran tiba adalah saat yang berbahagia. Meskipun dalam keadaan serba keterbatasan bapak berusaha membelikan kami baju-baju baru. Untunglah dalam hal ini bapak tidak terlalu banyak membeda-bedakan, baik yang puasanya penuh maupun yang banyak pecah, semua dibelikan baju dalam jumlah yang sama.
Bila lebaran tiba, benar-benar sebuah kenikmatan, setelah sebulan penuh(?) menahan lapar dahaga di siang hari. Lebaran bagi kami benar-benar sebuah ekstasi, puncak kebahagiaan yang ditunggu-tunggu, saat untuk melampiaskan dendam bagi perut kami. Saat lebaran benar-benar terasa betapa makan di siang hari adalah sebuah kenikmatan tiada tara .
Meski cara bapak mendidik kami mungkin kurang tepat, tetapi saya dapat merasakan hasilnya. Sampai sekarang saya terbiasa puasa, sebulan penuh. Tidak puasa di bulan Ramadhan bagi saya adalah sebuah keganjilan yang terjadi, seperti ada sesuatu yang aneh, seperti saya bukan berasal dari golongan keluarga saya.
Teman-teman saya ketika kanak-kanak, yang tidak dididik oleh orang tuanya berpuasa seperti keluarga kami, sampai sekarang, dalam usia yang segini, masih dengan anteng tidak berpuasa, bahkan pada hari pertama sekalipun.***
0 comments:
Post a Comment