KETIKA tsunami melanda Aceh hampir enam tahun lalu, media massa kita, dan kita bangsa Indonesia secara keseluruhan, tidak langsung tersentak, meski pada hari pertama pemberitaan saja, ketika itu, disebutkan korban sudah mencapai angka hampir mencapai sepuluh ribu.
Kira-kira seminggu setelah kejadian itu, angka korban tewas sudah mencapai puluhan ribu, masih banyak juga di antara kita yang tidak tergugah, sehingga radio Singapura menyiarkan, “…angka perhitungan jumlah korban tewas akibat tsunami dan gempa di Aceh sudah mencapai puluhan ribu, dan ratusan ribu korban selamat menderita akibat kehilangan harta benda dan sanak saudara, sementara itu siaran-siaran TV Indonesia terus menyiarkan lagu dangdut ….”
Pun ketika, satu bulan kemudian, seluruh dunia menggelar acara mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang pristiwa tsunami internasional tersebut, kita bahkan tidak turut di dalamnya. Dan siaran TV kita, kecuali Metro TV, terus menyiarkan acar musik dangdut dan lawakan-lawakan yang tidak lucu.
Apakah yang terjadi pada kita, ke manakah hilangnya rasa solidaritas dan simpati itu. Bukankah bangsa kita terkenal dengan sifatnya yang peramah dan suka gotong royong, dan tolong menolong, dan welas asih.
Apakah kita terlalu asyik masyuk dengan diri kita sendiri sehingga melupakan orang lain. Apakah kita semua dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu menolong orang lain, atau sekedar berempati. Ironis. Bukankah untuk menolong orang lain atau sekedar menunjukkan rasa simpati kita tidak perlu harus menjadi kuat terlebih dahulu. Menolong bukan berarti meberikan semua yang kita punya. Sementara, di samping kita, ribuan orang berduyun-duyun dari selruh penjuru dunia menuju Aceh, memberikan apa saja yang bisa mereka berikan.
Maka tak heran, ketika gempa dahsyat melanda Haiti awal tahun ini, tidak banyak media Indonesia yang memberitakan, apalagi rakyat Indonesia yang membicarakan hal itu, meski jumlah korban gempa di Haiti mencapai lebih dari seratus ribu orang.
Menyusul banjir dan tanah longsor di China baru-baru ini yang jumlah korbannya mencapai ratusan jiwa, dan menyusul banjir di Pakistan , yang juga luput dari perhatian kita.
Banjir di China pada bulan Juli kemarin menewsakan 823 orang, 437 orang hilang dan kerugian mencapai puluhan miliar dolar.
Sedangkan banjir di Pakistan pada awal bulan Agustus ini menyebabkan 200.000 orang kehilangan tempat tinggal.***
msnbc.msn.com |
blogs.state.go |
eastvillagers.org |
0 comments:
Post a Comment