Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melakukan test ulang bagi guru yang sudah tersertifikasi dan mendapat tunjangan profesi.
Test
ulang ini dilakukan untuk memantau dan memetakan kinerja tenaga pendidik
tersertifikasi yang jumlahnya di seluruh Indonesia sudah mencapai lebih dari satu
juta dan belum pernah dievaluasi.
“Uji
ulang ini akan dilakukan Kemendikbud langsung baik secara online melalui website maupun secara offline atau manual,” ujar Buchori Asyik selaku Ketua Panitia
Sertifikasi Guru di Lampung, Selasa (26-6). Demikian diberitakan harian Lampung Post hari ini, 30 juni 2012.
Rencana
Kemendiknas tersebut tentu menuai pro dan kontra. Yang pro
berpendapat uji ulang seperti ini diperlukan untuk menilai sejauh mana guru
telah mengalami peningkatan kinerja setelah mendapat sertifikat dan diberi
tunjangan profesi. Sedangkan yang kontra berpendapat ujian ulang seperti ini
tidak diperlukan karena untuk meningkatkan kinerja guru yang diperlukan adalah
pembinaan guru, bukan ujian ulang.
Tantangan
yang paling lantang datang dari Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI), yang
terang-terangan akan menentang kebijakan uji kompetensi ulang tersebut.
“Kami
akan bawa persolan ini ke kongres nasional FMGI se-Indonesia di Lampung pada
tanggal 5-8 Juli 2012 mendatang. Kami juga akan melakukan aksi ke Jakarta
sebelum kebijakan ini diterapkan pada tanggal 15 Juli,” ujar ketua FMGI Bandar
Lampung Suprihatin, seperti yang dikutip Lampung
Post.
Sikap
FMGI tersebut tentu beralasan dan bisa dimengerti. Meski pemerintah mengatakan
tujuan uji ulang ini bukan untuk menguji ulang sertifikasi, melainkan hanya
sekedar melakukan pemetaan, tapi tentu ada konsekuensi di balik semua itu, dan
guru adalah orang yang akan menerima konsekuensi itu.
Apa
gunanya membuat pemetaan kalau hasilnya tidak akan digunakan sebagai landasan
untuk membuat kebijakan, bukankah itu sesuatu yang sia-sia, hanya
menghambur-hamburkan tenaga dan biaya. Jadi tentu akan ada sesuatu di balik
pemetaan tersebut nantinya.
Konsekuensi
yang terburuk adalah dibatalkannya tunjangan profesi bagi mereka yang tidak
lulus. Yang terburuk kedua, dihentikannya jabatan guru dan dialihkan sebagai
tenaga administrasi, yang secara otomatis tunjangan jabatannya juga terhenti. Yang
terburuk ketiga, dimutasi, atau dipindahtugaskan. Sedangkan konsekuensi yang
agak ringan adalah diharuskannya mengikuti pelatihan ulang bagi mereka yang
tidak lulus. Dan kalau ini yang terjadi tentu tidak perlu disesali oleh guru karena pelatihan ulang adalah bagian dari pembinaan guru.
Dan andai
itu semua tidak terjadi, dan pemerintah pusat tidak menjatuhkan sanksi apa-apa bagi
mereka yang tidak lulus, namun belum tentu guru bisa tenang karena belum tentu demikian halnya dengan pemerintah
daerah.
Pemerintah
daerah, seperti yang kita ketahui selama ini, selalu mencari cara-cara untuk menghambat pencairan tunjangan
profesi guru, seperti yang terjadi di salah satu kabupaten di provinsi Lampung,
yang tunjangan profesi gurunya sering tersendat-sendat. Jangankan guru yang
bermasalah guru yang tidak bermasalah saja sering dipersulit untuk mendapatkan haknya
tersebut. Dan kelak, bukannya tidak mungkin ada pemda yang tidak mau mencairkan
tunjangan profesi bagi mereka yang tidak lulus uji kompetensi ulang ini, meski
tunjangan profesi guru adalah amanat undang-undang.
Dan jika
itu benar-benar terjadi maka terbuktilah kecurigaan kita selama ini bahwa
pemerintah cuma setengah hati dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan profesi
yang diberikan selama ini selalu direkatkan dengan sertifikasi, disertai dengan
tuntutan peningkatan kinerja yang signifikan yang kadang-kadang melampaui kemampuan
guru yang bersangkutan, dengan ancaman sanksi yang sering kali membuat guru
cemas dan was-was.
Dan semenjak
diberlakukannya tunjangan profesi guru, sorotan terhadap kinerja guru meningkat
tajam, baik yang datang dari pemerintah maupun dari masyarakat. Dan guru adalah
orang pertama yang dijadikan kambing hitam jika mutu pendidikan menurun,
seolah-olah guru adalah satu-satunya faktor yang menentukan mutu pendidikan.***
0 comments:
Post a Comment