Mundori; Kisah Inspiratif si Pedagang Cendol


Menarik sekali menyimak falsafah dagang dari Mundori, atau biasa dipangggil Pakde, penjual cendol yang mangkal di Jalan Woltermonginsidi, di tanjakan menuju RS Bumi Waras, Bandarlampung, di Lampung Post hari ini, Minggu, 9 September 2012.

Mundori alias Pakde, 64, sudah 31 tahun berjualan cendol di tempat yang sama. Keuntungan sudah banyak dia dapat. Dari berjualan cendol tersebut dia telah berhasil menyekolahkan dua orang anaknya hingga menjadi PNS di Jepara, Jawa Timur. Bukan hanya itu, dari berjualan cendol juga dia sudah mendapatkan banyak harta benda, berupa sawah dan rumah, yang semuanya dia kumpulkan di Jepara, Jawa Timur, kampung halamnnya.

“Bukan saya sombong, rumah dan sawah saya banyak di Jepara,” katanya seperti yang dikutip Lampung Post. Sementara di Bandarlampung dia hanya mengontrak tanah dan kemudian dibangun rumah kecil saja. Dia tidak punya siapa-siapa di Bandarlampung. Semua anggota keluarga dan sanak saudaranya tinggal di Jepara, tidak ada yang tinggal di Bandarlampung. Semua hasil berniaganya di Lampung dia kirim Jepara.  Dia hanya pulang sekali-sekali ke kampung halamannya itu.

Mundori termasuk pedagang cendol yang berhasil. Dari berjualan cendol dengan pikulan tersebut, dia bisa mengumpulkan laba hingga 5 juta rupiah per bulannya. Tapi bukan hanya itu yang menarik dari sosok pedagang yang khas dari Jawa ini. Di balik keberhasilannya secara finansial tersebut, tersimpan kisah dan falsafah berniaga yang sangat bermanfaat untuk diteladani.

Dalam menjalankan usahanya Mondori sangat berhati-hati dan pandai dalam menjaga hubungan antara produsen dengan konsumen. Bukan hanya dalam hal menjaga cita rasa cendolnya supaya tetap digemari dari tahun ke tahun, tapi Mundori juga pandai dalam memelihara kepercayaan konsumen dengan berusaha sejujur mungkin. “Saat membuat cendol di rumah pun saya usahakan sebersih mungkin, meskipun orang lain tidak melihat. Jangan sampai kita membiarkan kotor karena tidak ada yang melihat. Kalau seperti itu, nanti Allah yang akan membalas,” katanya seperti yang dikutip Lampung Post.

Di samping itu, Mundori juga pandai menjaga komunikasi dengan konsumennya. Dia suka mengobrol dengan pembeli yang baru pertama kali membeli dagangannya. Tidak jarang pembeli yang meminta bantuannya, seperti minta dicarikan pembantu hingga minta tolong supaya rumahnya laku terjual. “Ada juga yang minta tolong agar jauh dari musibah. Kita bantu dengan bathin,” katanya.

Sudah 15 tahun harga cendolnya tidak naik dari Rp.1.000, meski harga bahan mentah untuk membuat cendol tersebut terus naik. “Memang untungnya tidak sebanyak dahulu. Dahulu labanya bisa mencapai Rp.7 juta sebulan. Tapi asalkan pembeli senang, tidak apa-apa,” katanya.

Dan yang paling menginspirasi dan patut dijadikan contoh dari Mondori adalah ketulusan dan keikhlasan dalam berniaga, yang merupakan modal utamanya selama ini. Bagi Mondori berdagang tidak hanya untuk mendapatkan untung besar. “Buat apa untung besar, tetapi pembeli tidak ikhlas karena membayar terlalu mahal. Kalau pembeli senang dan membayar dengan ikhlas, keuntungan akan datang sendiri,” katanya.

Mungkin bukan hanya Mundori yang menganut falsafah dagang yang tulus ikhlas seperti itu. Mungkin di tempat lain ada pedagang yang lebih tulus ikhlas dan jujur dibandingkan dengan Mundori. Tapi tidak bisa  kita pungkiri pula bahwa masih banyak sekali pedagang yang tidak tulus ikhlas dan tidak jujur. Bahkan banyak pula pedagang yang dengan sengaja menipu konsumennya.  Seandainya semua pedagang seperti Mundori, alangkah indahnya dunia ini.***

Sumber: Lampung Post


comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger