Kekhawatiran kita bahwa bahasa Lampung akan punah dalam
tempo beberapa dekade yang akan datang tampaknya cukup beralasan. Bukannya
tidak mungkin nanti penduduk Lampung ini tidak ada lagi yang bisa berbahasa
Lampung. Dan betapa ironisnya bila ini terjadi; Lampung hanya tinggal sebuah
nama; tidak lagi tercermin dari bahasanya. Sedangkan adat istiadat Lampung,
yang merupakan sisi lain dari budaya Lampung, selain bahasa Lampung, sudah pula
duluan punah dan hanya tinggal kenangan.
Hal ini mungkin terjadi karena tanda-tanda ke arah kepunahan
itu sudah tampak. Belakangan jumlah penutur bahasa Lampung semakin sedikit. Di
mana-mana, di kota-kota dan di desa-desa di provinsi ini, orang sudah beralih
menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kabupaten
Lampung Barat yang penduduknya paling banyak menggunakan bahasa Lampung pun
kini mulai beralih pula menggunakan bahasa Indonesia .
Kalau Anda tinggal atau berkunjung ke kota-kota kecamatan di
Lampung Barat saat ini, Anda akan mendengar anak-anak bercakap-cakap
menggunakan bahasa Indonesia .
Dan kini bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun mulai pula beralih menggunakan
bahasa Indoensia pula.
Banyak orang tua merasa perlu menggunakan bahasa Indonesia
di dalam kehidupan keluarga mereka sehari-hari dengan alasan untuk membiasakan
anak-anak mereka menggunakan bahasa tersebut. Salah seorang orang tua mengatakan
mereka perlu membiasakan anak-anak mereka berbahasa Indonesia agar mereka kelak tidak
kaku dalam bergaul dengan anak-anak dari suku bangsa yang lain.
Sebuah pandangan yang berlebihan, saya kira. Adalah keliru
jika orang tua menganggap dengan menguasai bahasa Indonesia maka anak-anak
mereka akan bisa bergaul dengan siapa saja. Faktanya, anak-anak tidak bergaul
dengan bahasa. Tidak menguasai sebuah bahasa tidak akan menjadi penghalang
anak-anak dalam bergaul.
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah keluarga turis Australia
berkunjung ke Krui, Lampung Barat. Mereka membawa seorang anak mereka,
laki-laki berusia sembilan tahun, dan tinggal di Krui selama dua bulan. Anak tersebut
tidak bisa berbahasa Indonesia
sama sekali, apalagi bahasa Lampung, tapi dia tidak kaku bergaul dengan
anak-anak Krui yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Lampung. Setiap
hari dia bermain bersama anak-anak Krui. Berenang di laut, jalan-jalan, main
bola, semua dia lakukan dengan lancar, dengan tidak mempedulikan bahasa.
Lagi pula, kalau kita perhatikan, keluarga-keluarga yang
pindah dari satu tempat ke tempat lainnya yang menggunakan bahasa daerah yang
berbeda tidak pernah khawatir akan pergaulan anak-anak mereka yang masih kecil.
Meski pun mereka berasal dari satu tempat terpencil dan anak-anak mereka hanya
bisa menggunakan bahasa daerah di tempat tersebut, tidak bisa berbahasa Indonesia ,
anak-anak mereka tetap bisa bergaul dan menyesuaikan diri di tempatnya yang
baru, yang menggunakan bahasa yang sama sekali tidak mereka mengerti.
Alasan bagi penguasaan bahasa Indonesia yang paling tepat
adalah untuk pengembangan ilmu karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional kita. Kalau tidak menguasai bahasa Indonesia , anak-anak Indonesia tidak akan bisa mengikuti
pendidikan, dan dengan demikian tidak bisa mengembangkan diri, sehingga
berdampak negatif bagi masa depan bangsa dan negara kita. Kalau bangsa kita
ingin maju, kita harus menguasai Bahasa Indonesia.
Tapi hal ini bukan berarti bahasa Indonesia harus ditanamkan
sejak dini, sebagai bahasa pertama yang harus dikuasai anak-anak. Meski sistem
pendidikan kita mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia , namun tetap
mengakomodasi bahasa daerah. Anak-anak Indonesia diperkenankan menggunakan
bahasa daerah mereka di sekolah hingga mereka kelas 3 SD. Kewajiban menggunakan
bahasa Indonesia baru berlaku setelah mereka kelas 4 SD. Jadi tidak ada alasan
untuk menanamkan bahasa Indonesia sejak dini pada anak-anak dan mengabaikan
penggunaan bahasa daerah.
0 comments:
Post a Comment