Di bawah ini adalah kutipan dari uraian tentang bahasa yang panjang lebar dari bukunya Wiiliam Marsden yang berjudul The History of
ORANG PEDALAMAN MENGGUNAKAN BAHASA YANG BERBEDA DENGAN BAHASA MELAYU.
Di samping bahasa Melayu ada banyak bahasa digunakan di Sumatera yang tidak hanya memiliki kesamaan satu sama lain, tetapi juga memiliki kesamaan dengan bahasa-bahasa yang ditemukan digunakan dan merupakan bahasa pribumi pada semua kepulauan di laut timur; mulai dari Madagaskar hingga ke wilayah paling ujung yang pernah ditemukan Kapten Cook; lebih luas dari penyebaran bahasa Romawi dan bahasa lainnya yang sejauh ini diklaim. Contoh-contoh yang tak terbantahkan dari hubungan dan kemiripan ini telah saya uraikan dalam sebuah paper yang mana saya telah diberi kehormatan oleh society of Antiquaries untuk menerbitkannya di dalam archaelogia milik mereka, Volume 6. Di beberapa tempat berbeda, bahasa Melayu sedikit banyak telah bercampur baur dengan bahasa lain dan telah rusak, namun di antara cabang-cabang bahasa Melayu yang paling berbeda sekalipun masih terdapat kata-kata yang sama, dan di beberapa tempat lain, yang letaknya sangat berjauhan, seperti Pilipina dan Madagaskar, penyimpangan kata-katanya tidak lebih banyak dari yang diperhatikan terdapat di dalam dialek-dialek yang digunakan di provinsi-provinsi tetangga dalam kerajaan yang sama. Menjelaskan perbandingan bahasa ini secara lebih ekstensif, dan jika memungkinkan merangkum semua bahasa yang digunakan di seluruh dunia ke dalam satu sudut pandang, adalah sebuah objek yang tidak pernah saya abaikan, namun saya tidak terlalu berharap bisa menyelesaikannya.
PEMAKAIAN HURUF YANG UNIK.
Yang menjadi pokok dari bahasa-bahasa Sumatera ini adalah bahasa Batak, bahasa Rejang, dan bahasa Lampung yang perbedaannya lebih banyak ditandai oleh situasi di mana bahasa-bahasa tersebut digunakan secara tertulis dengan menggunakan huruf yang beda dan unik daripada oleh keinginan melakukan korespondensi dalam bahasa-bahasa tersebut. Namun apakah perbedaan yang nyata ini bersifat radikal atau esensial, atau hanya masalah kebetulan dan masalah lompatan waktu semata, tidaklah diketahui dengan pasti; dan, untuk membuat pembaca bisa membuat kesimpulan sendiri, di bawah ini disajikan karakter- karakter Alfabetis dari masing-masing bahasa tersebut, dilengkapi dengan mode pemakaian tanda-tanda ortografis khususnya untuk bahasa Rejang. Sebenarnya hal ini adalah sesuatu yang luar biasa, dan mungkin hanya terjadi sekali dalam sejarah kemajuan manusia, di mana divisi-divisi penduduk di sebuah pulau yang sama, yang masing-masing mengklaim sebagai penduduk asli, yang berada dalam tahapan-tahapan peradaban yang hampir setara, dan bercakap-cakap dengan bahasa yang berasal dari sumber yang sama, ternyata mengunakan tulisan yang berbeda satu sama lain, dan juga berbeda dari bahasa-bahasa dunia lainnya. Akan tetapi, ternyata huruf (alfabet) yang digunakan di pulau Jawa (yang diberikan oleh Corneille Le Brun), yang digunakan oleh orang Tagalog di Pilipina (diberikan oleh Thevenot), dan yang digunakan oleh orang Bugis di Sulawesi (diberikan oleh Captain Forrest), berbeda sekurangnya dari ketiga bahasa Sumatera di atas, dan dari satu sama lain seperti perbedaan bahasa Rejang dengan bahasa Batak. Sarjana bahasa Sanskerta juga bisa merasakan adanya analogi terhadap susunan ritmis dari bahasa-bahasa tersebut, yang berakhiran dengan bunyi nasal, yang juga merupakan ciri khas dari alfabet bahasa Sanskerta yang pengaruhnya dikenal luas di wilayah ini. Di negeri Aceh, di mana bahasanya berbeda jauh dari bahasa Melayu, adopsi dari huruf Arab juga terjadi, yang dengan demikian huruf bahasa tersebut tidak lagi bisa disebut huruf asli.
DITULIS DI KULIT KAYU DAN KULIT BAMBU.
Manuskrip-manuskrip dari kumpulan manapun dan yang membicarakan hal-hal penting apapun ditulis dengan tinta yang mereka buat sendiri di atas kulit pohon bagian dalam yang dipotong-potong menjadi helaian (slip) yang panjangnya beberapa kaki dan dilipat menjadi bentuk segi empat; masing-masing lipatan sama dengan satu halaman atau satu lembar. Untuk hal-hal yang lebih umum mereka menuliskannya di atas kulit bambu bagian luar, kadang-kadang dalam bentuk utuh namun lebih sering dipisah-pisah menjadi kepingan-kepingan kecil selebar dua atau tiga inci, dengan menggunakan ujung senjata sebagai stylus (alat tulis); dan tulisan-tulisan ini, atau lebih tepatnya disebut goresan (scratching), sering dibuat dengan sangat rapi dan teratur. Dengan cara yang sama orang
Di Jawa, Siam, dan wilayah bagian Timur lainnya, di samping bahasa yang umum dipakai di sana, ada pula bahasa istana yang khusus digunakan oleh orang-orang yang berkedudukan; sebuah bahasa yang dibuat berbeda demi untuk menghindari penggunaan bahasa-bahasa yang vulgar, dan yang membuat mereka terinspirasi untuk menghormati hal-hal yang mereka tidak mengerti. Orang Melayu juga mempunyai bahasa dalam, atau bahasa istana, yang berisikan sejumlah ungkapan yang tidak biasa digunakan dalam percakapan atau penulisan sehari-hari, namun demikian tentu saja membentuk sebuah bahasa tersendiri, yang lebih dari sekedar
0 comments:
Post a Comment