TIDAK terasa, kita sudah berada di hari terakhir puasa, di bulan Ramadhan tahun 1431 H ini. Besok, Jumat 10 Agustus 2010, adalah hari raya idul Fitri, 1 Syawal.
Selama tahun-tahun sebelumnya, tentu kali ini pun kita akan merayakan Idul fitri dengan cara yang sama, dengan cara-cara yang dulu juga; bersalamam-salaman, bermaaf-maafan, halal bil halal, dan lain-lain.
Tahun ini arus mudik masih tetap sama dengan tahun-tahun lalu, dan dengan tahun-tahun yang lalu lagi. Yang beda mungkin jumlah pemudik dengan sepeda motor, yang kemungkinan bertambah dari tahun ke tahun, seiring dengan makin mudahnya orang mendapatkan sepeda motor sekarang ini. Inilah mungkin yang membedakan Idul Fitri sekarang dengan Idul Fitri 4 atau 5 tahun yang lalu. Kalau kita menyaksikan arus pemudik dengan sepeda motor di jalan raya, terasa, memang, ada perbedaan itu; Idul Fitri menjadi lebih meriah dengan banyaknya pemudik dengan seeda motor.
Selanjutnya adalah pengulangan-pengulangan dari yang lalu-lalu. Setelah selama sebulan penuh kita berpuasa, kita pasti menantikan hari yang berbahagia itu datang, hari di mana kita kembali bisa makan dan minum di siang hari, beraktifitas sebagaimana biasa dalam sebelas bulan lainnya, beramal, dan sekaligus berbuat dosa secara reguler, dalam kehidupan rutin kita sehari-hari. Apa yang kita lakukan selama sebelas bulan lainnya di luar Ramadhan adalah seperti menabung pahala dan dosa. Tabungan pahala kita persiapkan sebagai bekal di akhirat kelak, sedangkan tabungan dosa adalah persiapan untuk menghadapi lebaran, hari raya Idul Fitri. Maka ketika Idul Fitri datang, euforia bermaaf-maafan untuk melebur dosa seperti tak bendung. Sontak dunia kita menjadi khidmat untuk sesaat, sebelum kembali ke bentuk dasarnya, setelah Idul Fitri.
Benarkah cara yang demikian. Apakah memang begitulah hakekat Idul Fitri; sebagai hari untuk melebur tabungan dosa selama setahun. Tidak adakah sesuatu pelajaran yang bisa kita petik dari setiap Idul Fitri. Apakah puasa Ramadhan dan Idul Fitri memang diproyeksikan untuk itu; sebagai sebuah kegiatan rutin tahunan; suci pada Idul Fitri dan kembali ke perbuatan semula setelah idul Fitri berlalu.
Mungkin bukan itu tujuan puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Mungkin bukan itu maksud Tuhan menyuruh kita berpuasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Mungkin Tuhan mengajak kita merenung selama satu bulan tersebut. Mungkin Tuhan mengajak kita menghayati nilai-nilai agama Islam secara lebih mendalam. Mungkin Tuhan mengajak kita ikut merasakan penderitaan kaum miskin dan dhuafa dalam kehidupan mereka sehari-hari dan memetik hikmah dari pengalaman tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari selanjutnya, setelah bulan Ramadhan usai. Mungkin Tuhan menyuruh kita belajar menahan diri dari hawa nafsu. (Alangkah indahnya bila kita bisa menahan diri dari hawa nafsu dalam kehidupan kita sehari-hari).
Kalau demikian halnya, besar sekali manfaat puasa Ramadhan; sebagai penunjuk jalan, dan sebagai sebuah pencerahan untuk keimanan kita; bukan hanya sekedar ibadah rutin tahunan yang mengharapkan pahala semata, yang tidak mendatangkan hikmah apa-apa. Bayangkan, apabila setiap tahun kita mendapatkan pencerahan seperti itu dari bulan Ramadhan, berapa besar enhancement yang kita dapat untuk memperkuat keimanan kita, dari setiap bulan Ramadhan yang sempat kita jalani dalam kehidupan kita. Begitulah kiranya idealnya kita menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan. Wallahualam.
Selamat Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan bathin.
0 comments:
Post a Comment