Keberadaan guru sekarang ini kembali menjadi sorotan. Kalau dahulu disorot karena adanya proyek sertifikasi guru dengan segala pernak-perniknya. Kini sorotan itu pun masih sekitar sertifikasi guru, tapi bukan dengan segala pernak-pernik yang menyertainya, melainkan tentang konsekuensi kinerja guru setelah sertifikasi itu sendiri.
Setelah sertifikasi guru diberlakukan, dan dengan demikian, guru bersertifikat mendapatkan tunjangan sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang, banyak sekali timbul tanggapan dari masyarakat, baik mengenai konsekuensi yang harus disandang guru bersertifikat, maupun suara-suara miring seputar kelayakan guru mendapatkan tunjangan, baik ditinjau dari beban kerja, maupun “kelayakan” tunjangan itu dari segi profesi.
Apakah suara-suara kritis dari masyarakat tersebut merupakan sebuah kepedulian akan dunia pendidikan pada umumnya, dan profesi guru khususnya, ataukah hanya sekedar suara-suara sumbang yang tidak punya tujuan apa-apa selain ekspresi ketidakrelaan atas peningkatan kesejahteraan guru. Karena secara “tradisional” sudah sejak lama tergambar di mata masyarakat, guru itu tidak identik dengan kesejahteraan, melainkan dengan Oemar Bakrie sosok yang sederhana dan bersahaja, yang kemana-mana bersepeda, jauh dari sentuhan kesejahteraan.
Sekilas, memang, masyarakat tetap ingin mempertahankan sosok guru seperti Oemar Bakrie. Masyarakat sudah terlanjur mengidentikkan guru dengan sosok Oemar Bakrie. Masyarakat tidak rela dengan upaya peningktan derajat dan kesejaahteran guru. Guru tidak boleh mendapat tempat yang lebih tinggi secara social. Guru tidak boleh mendapatkaan kesejahteraan yang layak. Guru tidak boleh kaya. Guru tidak boleh hidup layak.
Mengapa tuntutan yang sedemikian timbul. Apakah profesi guru tidak cukup layak untuk sejahtera, untuk sejajar dengan profesi-profesi lainnya seperti jaksa, hakim, polisi. Taruhlah guru memang tidak layak disejajarkan dengan hakim, jaksa, atau polisi. Tapi untuk sekedar berada setingkat di bawah mereka, apakah tidak layak. Perlu diingat bahwa jabatan guru adalah jabatan fungsional sama dengan hakim, jaksa, polisi, atau bahkan dokter.
Secara “tradisional”, jabatan guru memang identik dengan kesederhanaan, bahkan kemiskinan. Sejak jaman dahulu kala, tidak ada guru yang kaya. Tidak ada guru yang mempunyai rumah bagus dan kendaraan roda empat. Kalaupun ada, pasti itu bukan dari penghasilannya sebagai guru. Sementara, di seberang rumahnya, seorang pejabat hidup mewah; punya rumah mewah, mobil mewah, anak-anaknya kuliah diperguruan tinggi, punya deposito, dan setahun sekali berlibur ke luar negeri.
Maka, ketika timbul ide untuk menyejahterakan guru, masyarakat spontan bereaksi. Bukan hanya masyarakat, pejabat pun demikian. Bukan hanya pejabat, bahkan kalangan perguruan tinggi LPTK pun bereaksi sama.
Banyak sekali suara-suara sumbang yang seolah-olah tidak rela dengan upaya untuk menyejahterakan guru. “Tinjau kembali sertifikasi guru”, “Kaji ulang proyek sertifikasi guru”, “Sertifikasi guru tidak meningkatkan profesionalisme guru”, dll selalu menghias ruang opini public, baik di surat khabar maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan bahwa sertifikasi guru tidak meningkatkan profesionalisme guru, tentu saja itu bukan pernyataan yang bijak. Upaya apapun untuk meningkatkan profesionlisme guru pasti akan membawa hasil profesionalisme guru, besar atau kecil, signifikan atau tidak signifikan. Guru yang menggikuti diklat atau penataran pasti akan pulang membawa sesuatu. Peningkatan yang drastis mungkin memang tidak ada karena hal itu memang tidak mungkin dicapai hanya dengan mengikuti diklat 9 hari. Tapi, kalau dikatakan sertifikasi guru tidak meningkatkan profesionalisme guru, hal itu tentu saja keliru. Jika peningkatan profesionalisme yang signifikan yang diharapkan, tentu tidak bisa dicapai hanya dengan diklat 9 hari. Dengan demikian, bukan salah guru jika profesionalisme mereka tidak meningkat secara signifikan setelah mengikuti diklat sertifikasi.
Di pihak lain, seiring dengan diberikannya tunjangan kesejahteraan guru, tuntutan akan beban kerja guru juga meningkat. Tuntutan peningkatan beban kerja datang dari sana sini, baik dari masyrakat maupun dari pejabat, seolah-olah tidak rela guru mendapat penghasilan tambahan. Jangan berikan tunjangan pada guru yang mengajar kurang dari 24 jam, begitu bunyi tuntutan mereka. Dan benar saja, guru yang mengajar kurang dari 24 jam gagal mendapatkaan tunjangan itu, meskipun mereka telah lulus sertifikasi.
Mengapa masyarakat seolah-olah tidak rela dengan peningkatan kesejahteraan guru. Mengapa masyarakat memandang pemberian tunjangan kesejahteran bagi guru tidak layak. Mengapa masyarakat berpendapat beban kerja guru terlalu ringan untuk mendapatkan tunjangan profesi sebesar itu. Padahal, kalau dihayati, beban pekerjaan seorang guru jauh lebih besar dari bidang pekerjaan professional lainnya. Bukan hanya berat secara fisik, tapi juga berat dari segi tanggung jawab. Dalam skala idealisme, tanggungjawab guru adalah menciptakan bangsa yang berkecerdasan, atau dalam bahasa konstitusi, menderdaskan kehidupan bangsa. Dari persfektif ini, bisa kita bayangkan betapa berat tanggungjawab professional seorang guru.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan guru bukanlah pekerjaan main-main. Guru tidak bisa datang ke sekolah sesempatnya; telat sedikit murid terlantar. Beda dengan pekerjaan kantor yang waktu kerjanya bisa diatur.
Tugas professional guru menuntut keberadaan guru di samping siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru tidak mungkin meninggalkan kelas untuk bermain catur atau membaca Koran di kantor, sementara, para siswa terbengkalai di dalam kelas. Guru yang sedemikian, kalaupun ada, pasti akan mendapat protes keras dari siswa atau masyarakat.
Belum lagi beban kerja psikologis. Menghadapi siswa yang jumlahnya ratusan, atau bahkan, ribuan, bukanlah hal yang mudah, dan memerlukan pengorbanan psikologis yang tidak sedikit. Pengorbanan psikologis yang saya maksud mungkin tidak relevan untuk guru yang bertugas di sekolah favorit, atau di sekolah unggulan di kota besar. Tapi coba tengok bagaimana beban jiwa seorang guru yang mengajar di sekolah “buangan” di mana anak-anak yang tidak diterima di sekolah lain bersekolah. Di sinilah letak tantangan itu. Guru yang bertugas di sekolah seperti ini adalah para pejuang yang sebenarnya. Mengajar siswa yang memang siap belajar adalah sebuah kenikmatan bagi guru. Tidak heran guru di sekolah favorit bisa bertahan di sekolah sampai pukul 5 sore. Sedangkan mengajar siswa yang tidak siap belajar, melainkan siap meledek Anda di depan kelas sungguh sebuah mimpi buruk yang coba dihindari oleh kebanyakan guru. Cobalah Anda menjajal tugas guru di sekolah “buangan” selama 1 hari saja, niscaya Anda akan merasakan pahitnya.
Mengajar di sekolah “buangan” menyebabkan guru menjadi stress. Banyak guru yang merasa tidak tahan dan minta dipindahkan ke sekolah lain. Sudah saatnya pemerintah memberi perhatian khusus bagi guru yang mengajar di sekolah “buangan”. Sekolah “buangan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan sekolah yang bukan buangan. Perhatian ekstra harus diberikan bagi siswa dan guru sekolah ini. Kenali dulu permasalahan di sekolah ini sebelum menuntut profesionalisme guru. Mengingat besarnya beban kerja fisik dan psikologis guru yang mengajar di sekolah “buangan”, maka tuntutan untuk meninjau ulang tunjangan sebesar satu kali gaji pokok seperti yang banyak di dengungkan masyarakat dewasa ini tidak relevan bagi guru yang mengajar di sekolah “buangan”. Bahkan, pada situasi tertentu, jangankan tunjangan sebesar satu kali gaji pokok, tunjangan sebesar tiga kali gaji pokokpun tidak cukup bagi mereka.
Lagipula, mengapa kita make a fuss dengan gaji guru yang Cuma 4 juta- 5 juta, sementara, gaji pejabat mencapai puluhan juta, belum termasuk tunjangan ini itu, dan berbagai fasilitas lainnya. Belum lagi jika dibandingkan dengan gaji pejabat yang jumlahnya berpuluh kali lipat. Dengan kata lain, gaji guru saat ini belumlah cukup untuk mencapai jumlah yang bisa membuat orang iri hati. Gaji guru saat ini bahkan belum sebanding dengan jumlah pengorbanan lahir bathin yang diberikan guru dalam tugasnya, apalagi, kalau guru itu mengajar di sekolah “buangan”..
Surf Reports
The Peak Tuesday
Krui surfs were small this morning. When I arrrived at the beach at about...The Peak and the Leftover Wednesday
It was a lot of fun at The Peak this morning. The surf was big, clean, and...Krui Surfs Tuesday; The Peak and The Leftover
Small and two much wind. That’s probably the right description about Krui...The Peak Sunday
Krui surfs were small this morning. When I checked Krui Right at about...The Peak Friday
Small. That’s the right word to describe Krui Left and Krui Right this...The Peak Wednesday
Krui surfs were working this morning, but they were not fun enough. When I...
Meet People
Sherif Shaaban
You cannot bet someone’s nationality only by his name. I can’t either. ...Masao Kisaka
I have met quite some people who told me that they had read this blog...Gareth Todd
Gareth is one of the guys who stayed in Krui for more than one month....Kwok Cheung Choi
There must have been some Hong Kong tourist coming to krui before, but this...
Krui dan Sekitarnya
Semboyan yang Tidak Produktif
Ada satu yang menjadi unek-unek dan menganjal dalam pikiran saya sehubungan...Pemkab Pesisir Barat Harus Terbitkan Perda tentang Bangunan Pinggir Pantai
Wilayah pinggir pantai Krui dari pantai Labuhan Jukung hingga Walur...Penerbangan ke Krui Sibuk
Penerbangan perintis dari dan ke Krui dengan Susi Air kini tergolong sibuk....Melongok Pusat Penangkaran Penyu di Lampung Barat
PENYU terancam punah. Jumlahnya, dari waktu ke waktu, cenderung menyusut....'Si Bolang' di Labuhan Jukung
Ada yang beda di Pantai Labuhan Jukung pagi tadi. Biasanya pada hari Minggu...Pesisir Krui Nan Menawan
Normal 0 false false false EN-US ...Pejabat Eselon II Dilantik
Gubernur Lampung Sjahroedin Z.P. melantik 21 pejabat di...Pantai Tebakak
Pantai Tebakak atau orang Krui sering menyebutnya Tembakak adalah sebuah...Gua matu, Gua Mistis
Pengantar Gua Matu adalah sebuah gua yang terletak di desa Way Sindi,...Angin Kencang Nelayan Tak Berani Melaut
Hujan disertai angin kencang yang turun sejak pagi dini hari, Rabu, 9...Pembangunan Jangan Merusak Keindahan Alam
Jangan biarkan sawah yang indah ini menjadi tempat...Masyarakat Pesisir Krui Gelar Syukuran DOB KPB
Masyarakat pesisir Krui melakukan acara syukuran atas terbentuknya DOB...Festival Teluk Stabas XV
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata...Selamat Datang Kabupaten Pesisir Barat
Peta Kabupaten Pesisir Barat Dengan disahkannya UU DOB pada sidang...Pemda Lampung Barat Bangun 'Cottage'
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melalui Dinas Pariwisata dan...Karnaval
Satu-satunya penanda peringatan HUT RI di Krui, Lampung Barat, yang harus...KPB? Tunggu Sebulan Lagi!
Anggota DPD RI Anang Prihantono, bupati Lampung Barat Mukhlis...Tahun Baru di Krui
Ribuan orang memadati lapangan sepakbola di pantai Labuhan Jukung, Krui,...Duku Krui
Duku adalah buah musiman utama lain dari Krui, Lampung Barat, selain...Cerita dari Pantai
Kalau Anda berdiri di pantai Krui dan memegang kamera, ada banyak objek...Membelah Ombak Di Ujung Karang
Peselancar membelah dan mencabik ombak adalah sebuah pemandangan yang ...
More about Krui
Hello Mister Surf Shop
Coming to Krui without a board? Or you just want to learn how to surf...More about Krui
By Brian Berg KRUI’s town beach is called Labuhan Jukung, where there...Flight to Krui Starts July 13, 2013
The first commercial flight from Bengkulu to Krui and from Krui to...This Boy Turned Docile before Drowning
Prolog: Seven teenage-boys from Liwa, the neighboring town of Krui, drowned...Flight from Bandarlampung to Krui Will Cost Rp.320,000
Cessna C208B Grand Caravan The regent of Lampung Barat District Mukhlis...Krui Is Now A New-Established County
Krui and all the area in its coastlines is now a new-established...Krui Airport To Open In 2013
Directorate General of Air Transportation is going to put Krui Airport in...Surfer Flown to Singapore after A Spinal Injury
Repro: Radar Lambar A Cassa King Oppayer (probably CASA King Air)...
Where to stay and eat
Labuhan Jukung Resort
Located right in front of the iconic Krui Left, this state-owned cottages...Pizza Burger
Fed up with Indo food (nasi goreng, sate, bakso, soto, mie ayam, etc.)?...Bakso Podomoro
Bakso or meatballs, or whatever you call it, is the most popular...Welcome to 'The Jack'
Fed up of food at the restaurant across the road? You can go to 'The Jack' at...
Krui and Around
The Daily Life in Krui
The daily life in the town center of Krui is about people...Sea Conservation Center
If you are interested in Nature Conservation of any kind, you can go to...Krui Surfs
If you like surfing as well as swimming, snorkeling, or enjoying...Beaches in Krui
Krui, South Sumatera, Indonesia, is blessed with many beautiful beaches....The Lady Who Photographs
In front of this lady is the surf. Five or six guys were in the water,...Bukit Barisan National Park
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Southern Bukit Barisan National...Traditional Drag-Netting
Traditional drag-netting (‘pukat’ in Bahasa, ‘pukek’ in local...Krui South Sumatera Indonesia, the People and the Livelihood
Krui town center KRUI is a geographical name refers to a...Gunung Pugung
Gunung Pugung is the only mountain that can be seen from Krui beaches....The Shady Karang Nyimbur
Karang Nyimbur is less known in Indonesia compared to Tanjung Setia....Other than Surfing
There is a lot you can do other than surfing when you are in Krui. Below are...Ramadan in Krui
People gathering at the stand of es buah (chopped fruits with...The Mystic Cave of Matu
THE MATU CAVE or Gua Matu is a cave located in Way Sindi, Krui, Lampung...Firewood Women
Cooking with wood of course is an old habit, maybe just as old as...Rains in Krui
Rains can be heavy in Krui. And when they come, they hamper almost...Marching Contest
Marching contest is a yearly event held in order to commemorate...Here Comes the Carnival
Carnival is an extravagant parade held prior to Independence Day in...Hey, Can You See That? It's an ATM!
One of the flaw of tourism industry in Krui, South Sumatera, Indonesia was...Agreement between Honble Englisch East India Company with Pugung Residents
A friend of mine came to me the other day, asking whether I could translate an...
Post a Comment