Bayangkan Anda datang dari desa kecil atau kota kecil yang gedung-gedungnya hanya berlantai dua atau tiga, kemudian Anda pergi ke Jakarta atau ke Singapura. Hal yang paling kontras Anda temukan pertama kali pastilah gedung-gedung pencakar langit yang terdiri dari berpuluh-puluh lantai itu. Semakin tinggi gedung yang Anda lihat, semakin Anda merasa berada di sebuah metropolitan, dan semakin Anda merasakan vibe-nya sebuah metropoliitan. Di situ Anda akan merasa seperti sebuah partikel debu yang melayang di udara yang tidak berarti apa-apa. Semakin tinggi sebuah gedung, semakin Anda merasa renndah diri, semakin jauh Anda merasa dari desa. Itu hanya Jakarta dan Singapura yang gedung tertingginya hanya 300-an meter. Bayangkan jika Anda melihat Sears Tower di Chicago, atau menara Taipei di Taiwan yang setinggi 500 meter lebih , atau Burj Khalifah di Dubai yang baru saja diresmikan yang tingginya mencapai 828 meter.
Kota-kota metropolitan dunia pada umumnya memiliki banyak gedung pencakar langit. Amerika Serikat yang terkemuka dalam bidang ekonomi adalah Negara yang mempunyai gedung pencakar langit paling banyak. Nyaris semua kota di negara-negara bagian AS memiliki gedung pencakar langit. Bahkan gedung pencakar langit tertinggi pertama di dunia adanya di AS, yaitu menara Sears di Chicago, sebelum ada menara Taipei, Taiwan, dan kini Burj Khalifah di Dubai.
Amerika Serikat adalah Negara pertama yang membangun kota-kotanya dengan konsep gedung pencakar langit. Dimulai dengan New York dengan Empire State Building-nya, kini hampir semua kota di AS dibangun dengan konsep gedung pencakar langit. Khabarnya, hanya Washington DC yang dipertahankan tanpa gedung pencakar langit.
Membangun kota dengan konsep gedung pencakar langit kini bukan hanya dominasi AS. Hampir semua kota metropolitan dunia saat ini dibangun dengan konsep gedung pencakar langit. Tengoklah ibukota semua Negara di dunia ini, hampir semuanya memiliki gedung pencakar langit. China yang dulu menolak kapitalisme gaya Amerika, kini kota-kota besarnya hampir penuh dengan gedung pencakar langit bergaya Amerika.
Hampir tidak ada yang tak setuju bahwa keberadaan gedung pencakar langit menunjukkan kemajuan ekonomi sebuah kota. Sebuah kota dengan banyak gedung pencakar langit adalah tempat beredarnya banyak uang. Tempat tujuan banyak kegiatan bisnis dan orientasi ekonomi. Sebuah kota dengan banyak gedung pencakar langit juga merupakan sebuah kilau yang menggiurkan bagi orang-orang desa, sebuah godaan, seperti lampu neon yang menggoda laron-laron untuk datang mengerubunginya. Keberadaan gedung pencakar langit mempercepat proses urbanisasi.
Tapi benarkah keberadaan gedung pencakar langit merupakan indicator kemajuan ekonomi, atau hanya proyek megalomania pemerintah setempat? Jakarta kota dengan paling banyak gedung pencakar langit di Indonesia nyatanya memang kota paling maju ekonominya di Indonesia. Konon, hanya Jakarta kota di Indonesia ini yang mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Tapi benarkah Jakarta membutuhkan gedung pencakar langit sebanyak itu untuk menjalankan roda perekonomiannya. Apakah gedung-gedung yang ada semuanya sudah terisi penuh, sehingga perlu dibanngun dan dibangun lagi seolah tanpa henti?
Khabarnya, dari ribuan gedung pencakar langgit yang ada di Jakarta, tidak semuanya terisi penuh. Masih banyak tempat yang kosong yang tak terpakai di dalam gedung-gedung itu, bahkan banyak gedung yang hanya sebagian kecil ruangnya terpakai. Tapi pembangunan gedung-gedung baru terus bermunculan, kejar mengejar satu dengan yang lainnya, seperti berlomba. Kini pemda Jakarta sedang membangun Menara Jakarta yang diproyeksikan akan lebih tinggi dari menara Petronas di Malaysia.
Membangun gedung tinggi atau pencakar langit tentu saja perlu untuk efisiensi ruang, mengingat kota besar, apalagi metropolitan umumnya memiliki ruang yang terbatas, sehingga bangunan perlu dibuat vertical. Bayangkan jika gedung perkantoran dan perumahan hanya boleh dibangun berlantai dua misalnya, pasti akan memerlukaan tanah yang luas sekali. Tetapi kalau membangun gedung tinggi hanya untuk tinggi-tinggian semata—untuk show off—tentu itu perbuatan yang sia-sia dan hanya menghabis-habiskan anggaran, apalagi jika pembangunan gedung tinggi itu ditujukan semata-mata hanya untuk persaingan dengan kota-kota lain.
0 comments:
Post a Comment