Semangat teman-teman dalam mendukung pengembangan pariwisata Krui, Lampung Barat luar biasa. Nyaris semua aspek pengembangan wisata mendapat perhatian dan dukungan dari mereka. Tapi yang paling menonjol dan paling mendapatkan perhatian mereka adalah aspek kenyamanan para wisatawan.
Teman saya yang mengelola penginapan memberikan perhatian ekstra pada para tamu yang menginap di tempatnya. Dia tidak segan-segan memberi diskon harga kamar apabila sang tamu tinggal dalam waktu lama. Bahkan, kadang-kadang, dia mengantar para tamunya dengan sukarela menuju tempat-tempat wisata dengan mobil miliknya, gratis.
Kenyamanan para tamu di penginapannya mendapat perhatian istimewa. Semua keinginan para tamu berusaha sekuat mungkin dia penuhi, meski kadang-kadang dia harus mengeluarkan biaya untuk itu. Wajah yang ramah dan tutur sapa yang sopan selalu dia dan para karyawannya tunjukkan pada para tamu.
Tentu semua itu mereka lakukan agar para tamu tersebut betah dan merasa ingin kembali lagi. Sungguh, ini merupakan sebuah strategi promosi yang cerdas dan jitu dan patut dipertahankan.
Strategi promosi seperti ini memang diperlukan oleh pengelola penginapan dalam memasarkan produk mereka. Apalagi akhir-akhir ini perkembangan sarana akomodasi berupa hotel dan penginapan cukup pesat, sehingga menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pengelolanya. Apalagi jumlah peningkatan wisatawan tidak berbanding lurus dengan jumlah peningkatan sarana akomodasi seperti saat ini. Kelak, jika wisatawan sudah membludak, tentu lain lagi ceritanya.
Tapi ada yang lucu di balik cerita tentang dukungan pengembangan wisata ini. beberapa hari yang lalu ada seorang wisatawan dari AS, seorang petualang yang sudah berkeliling dunia, dating menginap di penginapan milik teman saya itu.
Si turis tersebut, di samping berwisata, juga membawa barang dagangan berupa jewelry, batu-batu permata untuk perhiasan, berupa kalung, gelang, giwang, dll, dan yang konon pula bermanfaat untuk kesehatan, yang dia ambil dari berbagai negara yang pernah dia kunjungi dalam perjalanannya. Tanpa pikir panjang, teman saya langsung membeli seutas kalung berbatu magnit. Dan dia berhasil pula membujuk seorang kerabatnya untuk membeli. Sang kerabat bahkan sempat berkata bahwa dia membeli kalung tersebut untuk mendukung pariwisata. Mereka berdua langsung memakai kalung yang baru mereka beli itu dan memamerkannya. Lucunya, teman saya itu memang sudah memakai kalung kesehatan, sehingga lehernya tampak syarat dengan kalung, mirip dukun gypsy.
Dan tentu saya tidak lepas dari bujukannya pula. Seperti tukang obat, dia nyerocos soal khasiat kalung tersebut bagi kesehatan, dan harganya yang murah. “Kalau di supermarket di kota , harganya delapan ratus ribu,” katanya. Caranya merayu malah lebih intens dari sang turis itu sendiri. Si turis sebenarnya cukup fair menjelaskan barang yang dia bawa. Dia tidak ada mengatakan khasiat dari barang tersebut secara meyakinkan. Dia tidak membujuk kita membelinya. Dia hanya memperlihatkan benda-benda tersebut. Akan khasiat benda-benda itu, dia hanya mengatakan bahwa sebagian orang percaya barang tersebut bagus untuk tubuh. Itu saja. Dan dia juga tidak merayu saya untuk membelinya. Dari bahasa tubuhnya, saya kira si turis hanya membawa barang-barang tersebut sebagai souvenir, tapi karena dia mendapatkannya dengan membeli, maka harus mendapatkan uangnya kembali.
Teman saya terus membujuk. “Ini batu magnit. Bagus untuk peredaran darah,” katanya. Teman saya mengatakan batu magnit itu alami, mengandung magnit dari alam. Sedangkan si turis sendiri mengatakan batu itu diberi magnit oleh si pembuatnya, di China, bukan mengandung magnit alami.
Akhirnya saya tidak jadi membeli. Bukan saja karena saya tidak percaya pada khasiat bebatuan tersebut. Bukan pula karena perbuatan sang turis berjualan itu illegal. Tapi membeli barang jualan turis untuk mendukung wisata adalah tindakan yang ironis dan tidak perlu dilakukan. Bukankah kita yang harus mendapatkan uang dari para turis tersebut—dengan cara sah tentu—bukannya mereka yang mendapatkan uang dari kita, apalagi jika caranya tidak sah seperti itu.
0 comments:
Post a Comment