Kentut

Kentut bukan hanya masalah kesehatan, bukan hanya masalah sosial budaya, bukan hanya masalah agama, bukan hanya masalah etika. Tapi, lebih kompleks dari itu, kentut juga merupakan senjata, alat politik, bahkan barang dagangan.

Dalam film ‘Sang Pencerah’, tokoh KH. Achmad Dahlan menjadikan kentut sebagai senjata untuk menaklukkan anak-anak kaum bangsawan. “Kita harus bersyukur Tuhan memberi kita kesehatan. Kita harus bersyukur Tuhan memberi kita lubang pembuangan yang terintegrasi sedemikian rupa dalam sistem tubuh kita. Bayangkan jika kita tidak punya lubang pembuangan. Bayangkan jika kita tidak bisa kentut …,” kata sang tokoh kepada anak-anak sekolah elit yang menganut aliran sekularisme.

Dan yang lebih kompleks lagi, dalam film yang berjudul ‘Kentut’, kentut dibahas secara saksama, dalam tempo yang tidak terlalu singkat, mendalam, mendetil, dan mengena oleh Deddy Mizwar, bekerja sama dengan Aria Kusumadewa yang bertindak selaku sutradara.  

Dalam film ini, kentut ditampilkan secara lengkap, mulai dari sisi kesehatan, sisi politik, hingga sisi yang belakangan ini menjadi spesialisasi Deddy Mizwar dalam film, yaitu parodi dan dagelan politik.

Masalah kesehatan, politik, dan sosial budaya tersebut dalam film ini berhasil diolah menjadi sebuah dagelan politik yang bukan saja menggelitik, tapi mengundang siapa saja untuk merenung ketika menonton film ini.

Tersebutlah Fatiwa, seorang wanita karier yang berpendidikan tinggi, yang mencalonkan diri menjadi bupati pada sebuah kabupaten. Saingan utamanya adalah Jasmera, seorang tokoh yang flamboyan, yang hedonis, yang berbicara blak-blakan, yang suka menelanjangi masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat dengan tanpa tedeng aling-aling. Tokoh Fatiwa dan Jasmera adalah dua pribadi yang kontras; Fatiwa yang berpendidikan tinggi cenderung tertutup dan berhati-hati dalam setiap perkataannya. Sedangkan Jasmera yang berpendidikan ala kadarnya bersifat terbuka dan tidak pernah berhati-hati dalam pembicaraannya. Fatiwa merupakan tipe tokoh yang tertutup dan cenderung munafik. Sedangkan Jasmera meski agak kasar, namun bersifat jujur dan terbuka.

Malang menimpa Fatiwa, dalam sebuah kesempatan kampanye, dia tertembak di bagian punggungnya sehingga harus dilarikan ke rumah sakit, dan diopname.

Manajemen tim sukses Fatiwa panik. Kondisi kesehatan Fatiwa yang sedemikian rupa tentu merupakan ancaman bagi kesempatannya untuk ikut dalam pemilihan kepala daerah yang tidak lama lagi itu. Apalagi setelah dokter memutuskan bahwa dia harus menjalani operasi. Dan bukan hanya operasi itu yang menimbulkan kepanikan, tapi waktu untuk melakukan operasi itu, yang tidak bisa ditentukan sebelum beliau kentut.

Masa menunggu kentut inilah yang memicu sebagian besar konflik dalam film ini. manajer kampanye Fatiwa tak henti-hentinya mendesak kepala rumah sakit untuk memastikan kapan Fatiwa bisa kentut. Ketegangan timbul ketika sang dokter kepala rumah sakit tidak bisa menentukan kapan waktunya Fatiwa kentut, sedangkan sang manajer kampanye terus-menerus mendesak, karena jadwal pilkada semakin dekat. Kentut manjadi masalah krusial yang perlu penanganan segera. Bagi kubu Fatiwa, kentut adalah segala-galanya.

Lalu, apakah sang tokoh Jasmera berada di balik peristiwa penembakan itu? Mungkin tidak. Jasmera mungkin bukan model orang yang suka menohok dari belakang, dan tidak suka menempuh jalan kekerasan. Jasmera mungkin menyesali kejadian itu. Yang pasti,  dia menyempatkan diri menjenguk Fatiwa ke rumah sakit dan mengirim rangkaian bunga untuknya, dan mengucapkan semoga beliau lekas sembuh. 

Mungkin istilah ‘kentut’ dalam film ini tidak merujuk pada sesuatu yang naïf; bukan hanya terbatas pada persoalan angin yang keluar dari saluran pembuangan Fatiwa semata. Boleh jadi Fatiwa sendiri adalah kentut. Boleh jadi Jasmera adalah kentut juga. boleh jadi semua perkataan mereka adalah kentut. Boleh jadi semua tokoh dalam film ini sedang  kentut ketika mereka berbicara. Boleh jadi film ini adalah kentut juga. Dan boleh jadi ….

Konflik dalam film ini sengaja difokuskan pada masalah kentut. Tidak ada sedikitpun pembicaraan mengenai siapa pelaku penembakan itu. Tidak ada penyelidikan. Tidak ada pengusutan. Bahkan tidak ada polisi seperti yang biasanya terdapat dalam film-film yang ada adegan penembakan seperti ini.

 Kata ‘kentut’ bertebaran di sana sini, dalam berbagai kesempatan, diucapkan dan ditulis, diekspolitasi habis-habisan, namun tidak sampai membosankan, bahkan masih terasa segar dari adegan awal ditampilkan hingga adegan penutup, yaitu adegan pengumuman dari dokter kepala rumah sakit, yang mengatakan, “Fatiwa sudah kentuuuuuuttttttttttttttttt …..”. 

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger