“Daging merah merupakan
sumber zat besi yang penting (dan) mengandung protein,” kata Dr. Mohammed
El-Faramawi, seorang epidemiolog dari University of North Texas
Health Science
Center di Fort Worth,
yang telah meneliti diet dan resiko terkena kanker ginjal tetapi tidak terlibat
dalam penelitian yang terbaru ini.
“Anda tidak perlu menghentikan
makan daging merah hanya karena ada kemungkinan bisa menimbulkan kanker ginjal,”
katanya pada Reuters Health. Tapi, makanlah daging merah secukupnya saja dan
ikuti petunjuk diet, katanya.
Panduan kesehatan AS
mmenghimbau agar membatasi konsumsi makanan berlemak tinggi termasuk daging
olahan (processed meat), dan sebagai
gantinya makanlah daging tanpa lemak (lean
meat) dan unggas, seafood dan
kacang-kacangan.
Makan daging merah dalam
jumlah banyak—bahkan meski tidak akan menimbulkan kanker ginjal—bisa meningkatkan
resiko timbulnya sarang penyakit, seperti terbentuknya plak (plaque) pada arteri, kata El-Faramawi
menambahkan.
Penelitian terdahulu yang mengkaji
hubungan antara daging merah dan kanker ginjal berakhir dengan kesimpulan yang
membingungkan, menurut Carrie Daniel, dari National
Cancer Institute di Rockville, Maryland ,
dan para koleganya.
Untuk memperjelas, mereka
menggunakan data dari sebuah penelitian pada hampir 500.000 orang dewasa yang
berusia 50 ke atas, yang disurvei kebiasaan makan mereka sehari-hari, termasuk
konsumsi daging, dan kemudian perkembangannya diikuti selama 9 tahun untuk menemukan
apakah ada diagnosis kanker yang baru.
Selama masa itu, sekitar
1.800 dari mereka—kurang dari setengah persen—terdiagnosis mengalami kanker
ginjal.
Rata-rata, pria yang
diteliti makan dua atau tiga ons daging merah setiap hari, dibandingkan dengan
wanita yang mengkonsumsi satu hingga dua ons. Partisipan yang mengkonsumsi
daging merah paling banyak—sekitar empat ons per hari—19 persen lebih besar
kemungkinannya terdiagnosis kanker ginjal dibandingkan dengan mereka yang hanya
makan sedikit, kurang dari satu ons setiap hari.
Kesimpulan tersebut diambil
setelah memperhitungkan aspek-aspek diet dan gaya hidup lainnya yang bisa menyebabkan
kanker, seperti usia, ras, konsumsi buah-buahan, merokok dan minum dan kondisi
medis lain termasuk tekanan darah tinggi dan diabetes.
Ketika para peneliti
tersebut memperhatikan jenis kanker ginjal yang paling umum terdapat, mereka
menemukan bahwa kaitan antara daging merah dan kanker lebih kuat bagi apa yang
disebut kanker papiler (papillary cancer),
namun tidak ditemukan timbulnya kanker ginjal sel bersih (clear-cell kidney cancer).
Orang yang paling sering
makan daging yang dipanggang dan di-barbecue
secara sempurna—dan dengan demikian mengalami eksposur paling tinggi terhadap
zat kimia karsinogenik yang berasal dari proses memasak—juga mempunyai resiko
terkena kanker ginjal yang lebih besar dibandngkan dengan mereka yang tidak
sering memasak daging dengan cara seperti itu.
Penelitian tersebut tidak
membuktikan bahwa makan daging merah, atau memasak daging merah dengan cara
tertentu, bisa menyebabkan kanker ginjal. Dan, kata El-Faramawi, sebagian orang
yang makan daging merah dalam jumlah banyak tidak akan mengalami kanker,
sedangkan mereka yang makan daging merah sekali-sekali saja bisa terkena
kanker.
Daniel dan para koleganya
mengatakan diperlukan penelitian lebih banyak untuk menentukan mengapa daging
merah bisa menimbulkan jenis kanker ginjal tertentu, namun tidak yang lainnya.
Namun sejauh ini, zat kimia
yang timbul dari memasak daging “bisa dikurangi dengan cara menghindari
meletakkan daging secara langung ke dalam api atau di atas alat pemanggang
logam, mengurangi lamanya waktu memasak, dan menggunakan microwave oven untuk memasak daging terlbih dahulu sebelum dimasak
dalam temperatur yang lebih tinggi,” kata Daniel pada Reuters Health dalam sebuah email.
“Temuan kami ini,” katanya
menyimpulkan, “sejalan dengan anjuran diet untuk mencegah kanker yang baru-baru
ini dikeluarkan oleh American Cancer
Society—kurangi asupan daging merah dan daging olahan dan masak daging
dengan cara dipanggang dalam oven (baking)
atau direbus (boiling). (By Reuters, Thursday, December 29, 2011)
SOURCE:
http://bit.ly/u2TOw9 American Journal of Clinical Nutrition, January 2012.
Mochila insert
follows.
0 comments:
Post a Comment