Nasib Aborsi di AS Setelah Pembalikan UU Roe

 


Pada tanggal 24 Juni 2022, Mahkamah Agung AS membalikkan (overturned) UU Roe v. Wade, UU landmark yang membuat aborsi di AS legal bagi semua orang (dengan demikian, aborsi yang dulu legal di AS, kini jadi tidak legal). Peraturan yang mulai berlaku setahun lalu ini telah memancing protes dan keluhan publik yang masif. Mengingat, keputusan tersebut tidak mencerminkan opini publik—enam dari sepuluh orang Amerika mengatakan aborsi seharusnya legal dalam semua atau sebagian besar kasus.

Sebagai respons, sekelompok wanita buka suara dan mengemukakan pendapat dan membagi kisah aborsi mereka di sosial media. Aktris Busy Philips meluncurkan kampanye #YouKnowMe, yang bertujuan menunjukkan kepada publik bahwa banyak orang—termasuk beberapa yang mereka kenal—telah melakukan aborsi.

“Statistik menunjukkan bahwa satu dari empat wanita akan melakukan aborsi sebelum usia 40,’ katanya dalam acara Busy Tonight. “Statistik tersebut kadang-kadang mengejutkan banyak orang, dan mungkin Anda yang duduk di sana berpikir: Saya tidak tahu seorang pun wanita yang telah melaksanakan aborsi. Baik, sekarang kamu tahu saya,” katanya pula.

Philips, yang melakukan aborsi di usia 15 tahun, kemudian urun suara di Twitter. “Ayo kita lakukan ini: Jika Anda juga merupakan satu dari empat wanita tersebut, ayo kita berbagi dan mulai menghilangkan rasa malu. Gunakan #youknowme dan silakan share kebenaran kisahmu di situ,” tulisnya.

Dan cerita-cerita pun bermunculan.

“Waktu itu saya 21 tahun dan sangat ketakutan. Namun, setelah selesai, saya merasa lega. Dan waktu itu saya mengonsumsi pil. Tidak ada keberhasilan yang 100%. Itulah sebabnya kita harus memiliki akses pada perawatan aborsi yang aman,” tulis salah seorang Wanita.

“Saya berusia 19 tahun ketika itu dan sedang kuliah tahun kedua. Saya sadar saya harus selesai kuliah. Saya melakukan aborsi,” tulis wanita yang lain. “Saya adalah seorang guru sekolah negeri di Bronx. Pekerjaan saya dan aktivitas saya mungkin tidak akan berjalan jika saya tidak aborsi. Saya senang saya tinggal di New York dan memiliki akses untuk itu.”

Yang lain menuliskan kisah sebagai berikut: Waktu itu saya berusia 23 tahun ketika saya melakukan aborsi. Saya single, dan punya banyak utang dan kesulitan bahkan untuk merawat diri saya sendiri. Saya akan jadi kejam dan abusif jika saya memaksakan diri untuk memiliki bayi pada waktu itu. Wanita harus membuat keputusan sendiri tentang apa yang akan mereka lakukan pada tubuh mereka.”

Philips bukanlah satu-satunya seleb yang telah membagi kisah aborsi yang mereka lakukan. Paris Hilton dan Halsey juga telah membeberkan pengalaman aborsi mereka di depan publik. “Saya waktu itu masih anak-anak dan belum siap untuk itu,” kata Hilton pada Glamour UK merujuk pada peristiwa aborsi yang dia lakukan ketika dia berusia awal 20-an. Halsey menulis sebuah surat terbuka kepada Vogue, yang isinya mengatakan bahwa aborsi telah “menyelamatkan hidup saya” setelah dia mengalami keguguran tak lengkap (incomplete miscarriage).

“Aborsi yang saya lakukan telah menyelamatkan jiwa saya dan telah memungkinkan saya melahirkan anak laki-laki saya ini,” tulis Halsey, merujuk pada anak mereka, yang hampir berusia dua tahun. Setiap orang memunyai hak untuk menentukan kapan, jika, dan bagaimana mereka melakukan hal yang berbahaya dan mengubah kehidupan ini. Saya akan merangkul anak saya di salah satu lengan, dan berjuang sekuat tenaga dengan lengan yang satu lagi.”

Satu tahun setelah Undang-Undang Roe dibalikkan (overturned), orang-orang di media sosial terus bermunculan dan menceritakan pengalaman mereka, termasuk salah seorang pengguna Twitter yang baru-baru ini berbagi cerita bahwa dia telah melakukan aborsi ketika berusia 18 tahun ”karena saya belum siap menjadi orang tua.” Dia menambahkan: “Saya tidak menyesali keputusan saya itu. Saya melakukan apa yang bagi saya benar ketika itu. Setiap orang hamil seharusnya memilki hak untuk memilih yang dia pikir terbaik baginya.

Bagaimana bercerita menjadi alat ‘penghancur stigma’

Para ahli menekankan bahwa adalah penting bahwa wanita berbicara terus terang tentang pengalaman mereka. “Banyak organisasi dan individual telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengakhiri stigma seputar aborsi, dan menciptakan akses yang aman bagi orang-orang untuk berbagi cerita adalah bagian inti dari pekerjaan mereka itu,” kata Megan N. Freeland  direktur komunikasi kesehatan di Planned Parenthood Federation of America pada Yahoo Life. “Meski menceritakan kisah-kisah dan pengalaman tentang aborsi bukanlah hal baru, namun pembalikan UU Roe telah memicu timbulnya urgensi baru tentang betapa bercerita bisa merupakan sebuah alat untuk menghancurkan stigma yang ada.”

Berbagi cerita tentang aborsi adalah “memanusiakan isu-isu tentang aborsi itu sendiri” kata Dr. Jennifer Wider salah seorang ahli kesehatan pada Yahoo Life. Dia menambahkan, “Hal ini berarti mengeluarkan isu ini dari politik dan memberi gambaran tentang situasi kehidupan yang nyata.”

“Berbagi cerita benar-benar memberi tekanan bahwa semua orang tahu siapa saja yang pernah melakukan aborsi, apakah dia seorang ibu, saudara perempuan, teman, atau anak perempuan mereka—mereka selama ini mungkin tidak tahu masalahnya, karena orang-orang malu tentang hal itu,” kata Dr. Lauren Streicher seorang profesor klinis obstetrisk dan ginekologi di Northwestern University Feinberg School of Medicine pada Yahoo Life. Streicher mengatakan bahwa ada efek domino dari hal ini, mengingat dia baru-baru ini mengikuti sebuah acara di mana seorang wanita berusia 80 tahun menceritakan kisah aborsi yang dia lakukan. “Wanita itu berkata: Waktu itu saya sangat malu, tapi akhirnya sekarang saya berani bicara,” kata Streicher.

Streicher mengatakan kegiatan berbagi cerita ini “benar-benar simbolis” bahwa para wanita mulai berbicara tentang pengalaman mereka sendiri dan dampak dari melakukan aborsi terhadap mereka. “Orang-orang tidak paham betapa luas pengaruh kebutuhan bagi wanita untuk membuat keputusan ini—untuk melindungi hidup dan tubuh mereka sendiri dan … keluarga mereka,” katanya.

Freeland mengatakan bahwa dia berharap kisah-kisah seperti ini akan membantu mendukung para wanita merasa bahwa mereka tidak sendiri jika mereka membutuhkan layanan aborsi. “Tidak ada pasien yang boleh menunda meminta pelayanan aborsi karena mereka takut mereka akan dihakimi, dan penyedia layanan kesehatan juga tidak boleh sungkan-sungkan atau merasa malu memberi layanan yang dibutuhkan pasien,” katanya.

Namun, menyangkut masa depan aborsi di AS sendiri, para ahli belum bisa memastikan.

Streicher menekankan bahwa undang-undang antiaborsi memiliki dampak yang lebih besar dari sekedar masalah layanan aborsi. Dia mengutip sebuah jajak pendapat terbaru tentang mahasiswa fakultas kedokteran yang berminat ambil spesialisasi dalam bidang ob-gyn (kebidanan) yang menemukan bahwa hampir 58% responden mngatakan mereka tidak mungkin akan, dan sangat tidak mungkin akan menjalankan program residensi di negara bagian yang membatasi soal aborsi. Lebih dari 75% responden mengatakan bahwa akses terhadap layanan aborsi akan memengaruhi di mana mereka akan melaksanakan residensi mereka.

“Efek hilir dari semua ini adalah bahwa negara-negara bagian melakukan kriminalisasi terhadap para dokter dan ob-gyn mengatakan: Saya tidak akan melakukan praktik di negara bagian tersebut,” kata Streicher. “Para Wanita tidak akan mampu menemukan seseorang yang akan membantu mereka melahirkan atau untuk melakukan test Pap smear. Hal itu akan memberi dampak pada pelayanan kesehatan bagi wanita lebih dari sekedar layanan aborsi.”

Wider mengatakan bahwa mereka hidup di dalam sebuah masa yang “sangat penuh tantangan” bagi layanan kesehatan terhadap wanita. “Banyak orang tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika UU Roe dibatalkan,” katanya. “Jika keadaannya tetap seperti ini, saya kira jaringan Internet akan terus mendukung wanita yang membutuhkan layanan aborsi antarnegara bagian dan mendapatkan sanksi hukum yang aman secara medis.” (Korin Miller)

https://www.yahoo.com/lifestyle/women-abortion-stories-roe-204404743.html

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger