“Kesembarangan
(arbitrariness) adalah salah satu
bagian yang membuat kita sulit mempelajari kata-kata dalam bahasa yang baru,” kata
Morten Christiansen, profesor psikologi dan co-writer
dalam Program Studi Ilmu Kognitif di Cornell University. “Meski makna dari
konsep-konsep kita tetap sama antara satu bahasa dengan bahasa lainnya, namun
kata-kata untuk menggambarkannya bisa berbeda-beda secara dramatis. Sebagai
contoh, kita mengacu pada hewan canine
dalam bahasa Inggris dengan bunyi ‘dog.’ Sedangkan orang Denmark menyebutnya hund, dan orang Perancis chien.
Pada
musim panas ini, Christiansen menyelenggarakan sebuah simposium dalam
konferensi language acquisition (pemerolehan bahasa) di Montreal . Simposium
tersebut mengajukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa korespondensi bunyi-makna
yang sistematis sebagian memang benar-benar ada. Sebagai contoh, bayi secara
konsisten menghubungkan vowel yang bulat, seperti “koko,” dengan bentuk benda yang
bulat, dan vowel yang tidak bulat, seperti “kiki,” pada bentuk-bentuk benda yang
bergerigi.
“Hubungan
yang sistematis angtara bunyi (sound)
dengan makna seperti ini membuat kita mudah mereka-reka makna sebuah kata,”
kata Christiansen. “Jadi dari persfektif pembelajaran, adalah paradoksal bahwa
kebanyakan kata mempunyai hubungan bunyi-makna yang arbiter.”
Sebuah
studi yang diterbitkan oleh Christiansen dan dua orang koleganya dalam jurnal Journal of Experimental Psychology bulan Agustus
kemarin: Pada garis besarnya mengemukakan pandangan baru terhadap paradoks ini.
Mereka menemukan sebuah bauran (trade-off)
antara arbitrariness dan
“sistematicity” di dalam bunyi kata-kata.
“Satu kelompok orang diminta mempelajari
kata-kata baru tentang benda (object)
dan pekerjaan (action) yang mempunyai
hubungan bunyi-makna yang sangat arbiter; kelompok lainnya mempelajari
kata-kata yang mempunyai hubungan yang sistematis; kelompok ke tiga diminta
mempelajari kata-kata yang awalannya arbiter tapi mempunyai akhiran yang
sistematis,” kata Christiansen. “Kami menemukan bahwa para pembelajar yang
diberi kata-kata yang di dalamnya terdapat bauran antara arbitariness
dan systematicity tidak hanya
lebih baik dalam mengingat makna yang tepat dari sebuah kata tetapi juga lebih
baik dalam menentukan kategori kata tersebut: object atau action (kata
benda atau kata kerja).
Want to work form home? - Earn Rp 1,000,000 a day translating
simple documents from home! - RealTranslatorJobs.com
“Kami
telah menunjukkan bahwa bunyi adalah refleksi yang terbaik,” kata
Christiansen. “Dengan arbitrariness
pada bagian awalnya, maka bunyi kata tersebut menjadi unik dan lebih cepat. Hal
ini membuat orang lebih mudah dan lebih cepat menentukan makna yang sebenarnya,
sedangkan bagian akhir kata secara bebas mencantumkan informasi sistematis
tentang peran kata tersebut dala sebuah kalimat.”
Jika
bunyi sebuah kata menunjukkan bagaimana kata itu digunakan—misalnya, digunakan
sebagai sebuah kata benda atau kata kerja—maka lebih mudah bagi anak-anak yang
belajar bahasa menggunakan kata tersebut.
“Penelitian
kami terdahulu menunjukkan bahwa, faktanya,ada perbedaan bunyi kata benda dan
kata kerja dan pengguna bahasa peka terhadap perbedaan ini ketika mereka
mempelajari dan menggunakan sebuah bahasa,” kata Christiansen, yang
mendemonstrasikan bahwa kata benda dan kata kerja mempunyai bunyi yang berbeda,
dan hal ini berlaku dalam bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan bahasa Perancis.
“Perbedaan bunyi ini cukup subtil; Anda tidak akan menyadari perbedaan tersebut,
tapi tingkah laku Anda menunjukkan bahwa Anda peka terhadap perbedaan tersebut.
“Masing-masing
bahasa mempunyai konstelasi isyarat bunyi
(sound cues) yang memungkinkan
seorang anak melakukan tebak-tebakan awal apakah sebuah kata adalah kata benda
ataukah kata kerja. Kita bisa menunjukkan bahwa, pada dasarnya, anak-anak bisa
menggunakan properti bunyi (sound) dari kata-kata (words)
ketika mereka sedang melakukan tebak-tebakan awal seperti ini,” katanya
menambahkan.
“Ketika
anak-anak memperoleh bahasa pertama mereka, mereka menggunakan informasi ini
sebagai sebuah sumber informasi penting. Dengan demikian, para guru tidak perlu
lagi menekankan hal ini. Akan tetapi, bagi mereka yang belajar bahasa kedua,
infromasi seperti ini perlu diperhatikan,” kata Christiansen. (By George Lowery)
0 comments:
Post a Comment