Meteorid Bisa Mengubah Atmosfer Bumi, Mars, dan Venus

Astrophotographer Jeff Berkes caught this Perseid meteor over the Hawaiian island of Kauai in 2010. 

Lesatan meteorid melalui atmosfrer planet seperti Bumi, Mars, dan Venus bisa mengubah udara di planet-planet tersebut, dengan cara yang kini baru saja mulai dipahami oleh para peneliti.
Kebanyakan atmosfer planet terbuat dari elemen-elemen dan senyawa-senyawa sederhana yang mempunyai massa yang rendah seperti karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Namun ketika partikel debris, atau meteorid, melintas, dia bisa melepaskan elemen-elemen yang lebih berat, lebih eksotik seperti magnesium, silikon, dan besi.
Elemen-elemen tersebut bisa mempunyai dampak yang signifikan terhadap sirkulasi dan dinamika angin di dalam atmosfer, kata para peneliti.
“Hal itu membuka sebuah jaringan lintasan kimia yang sama sekali baru yang bisanya tidak ada di sana,” kata said Paul Withers dari Boston University.
Mengkontaminasi lapisan luar
Bagian dari atmosfer atas sebuah planet, ionosfer yang mengandung plasma—sebuah campuran dari atom-atom atau molekul-molekul bermuatan positif (mengandung ion) dan elektron-elektron yang bermuatan negatif yang terlepas dari atom-atom tersebut. Ketika elemen-elemen sederhana seperti  oksigen berpindah ke dalam lapisan (shell) luar ini, maka elemen-elemen tersebut akan hancur dengan mudah, dan kemudian luruh hanya dalam tempo beberapa menit saja.
Namun lintasan meteorid menuju sebuah permukaan planet membawa logam-logam yang lebih berat yang bisa berpindah kembali dengan berbagai cara. Sebuah butiran debu, sebagai contoh, bisa terbakar dengan cepat, melepas magnesium yang sudah mendapat ionisasi ketika dia terjatuh. Atau, magnesium netral boleh jadi akan pecah dari batu kecil tersebut, kemudian menerima sebuah muatan dari sinar matahari atau dengan cara melucuti sebuah elektron dari partikel lainnya. Elemen-elemen yang baru saja mendapat muatan ini bisa memakan waktu satu hari untuk rusak (decay).
Meteorid yang menyala melintasi atmosfer disebut meteor, atau bintang jatuh. Hanya yang tiba di tanah (Bumi) yang disebut meteorit.
“Jika kita menambahkan ion-ion logam (metal ions) ke dalam ionosfer sebagai akibat dari input meteorid ini, sesungguhnya kita menciptakan plasma di wilayah-wilayah di mana tidak terdapat plasma untuk memulai,” kata Withers pada SPACE.com.
Dalam sebuah artikel terbaru untuk Eos, surat kabar Persatuan Geofisik Amerika yang membahas Bumi dan ilmu ruang angkasa, Withers membahas pertanyaan-pertanyaan penting yang diajukan oleh oleh berbagai penelitian terbaru tentang atmosfer atas dari Mars dan Venus.
Kesamaan yang mengejutkan, perbedaan yang ganjil
Selama dekade terakhir ini, para ilmuwan telah mengumpulkan semakin banyak informasi tentang ionosfer dari Mars dan Venus. Meski seseorang yang membayangkan komposisi dan lokasi dari kedua planet tersebut akan menciptakan interaksi berbeda di dalam ionosfer, namun kedua planet tersebut sebenarnya sangat serupa, kata para ilmuwan.
“Jika Anda berdiri di permukaan kedua planet tersebut, Anda akan merasakan keduanya sangat berbeda,” kata Withers. “Namun ke atas sekitar 100 kilometer (62 mil), kondisi-kondisi keduanya secara mengejutkan serupa.”
Tekanan-tekanan, temperatur, dan kimia pada tempat yang tinggi di kedua planet tersebut adalah sebanding. Demikian pula halnya dengan kebanyakan properti dari lapisan-lapisan dari partikel-partikel yang bermuatan yang dilepas oleh meteorid.
“Kepadatan plasma cukup serupa secara rata-rata pada ketiga planet tersebut, yang mungkin tidak seperti yang Anda duga pada kesan pertama Anda,” kata Withers, mengacu pada Bumi, Mars, dan Venus.
Karena matahari adalah kekuatan penggerak utama bagi kebanyakan proses ionisasi, maka mudah bagi kita untuk menduga bahwa Venus memiliki lebih banyak partikel di dalam area tertentu dibandingkan dengan Mars karena Venus mengorbit dua kali lebih dekat dengan bintang kita. Sebaliknya, kedua planet tersebut mempunyai densitas yang serupa, yang berbeda dengan ukuran-ukuran di Bumi dengan perbedaan hanya sebuah faktor dari sepuluh.
Pada saat yang sama, lapisan-lapisan yang dipengaruhi oleh meteorid-meteorid pada Bumi sangatlah sempit, lebarnya boleh jadi hanya satu atau dua mil, sedangkan Venus dan Mars keduanya memiliki lapisan-lapisan yang membentang sejauh enam hingga delapan mil.
Menurut Withers, perbedaan tersebut boleh jadi berasal dari adanya ladang magnetik yang kuat pada Bumi, sebuah keadaan yang jarang terdapat pada kedua planet lainnya itu. Namun para ilmuwan tidak yakin sejauh mana ladang magnetik tersebut berperan.
Mencari sumbernya
Untuk mempelajari ionosfer Bumi, para ilmuwan bisa meluncurkan roket untuk mengukur wilayah-wilayah ionosfer tersebut. Namun prosesnya tidak semudah itu di planet-planet lain.
Ketika pesawat ruang angkasa bergerak melewati sistem tata surya, maka sinyal radio sasaran yang dikirim kembali ke Bumi bisa diarahkan melalui ionosfer dari planet yang berdekatan. Plasma di dalam ionosfer bisa menyebabkan perubahan-perubahan kecil namun bisa dilacak pada sinyal yang memungkinkan para ilmuwan bisa mempelajari atmosfer atas tersebut.
Proses ini—yang dikenal sebagai radio okultasi—tidak menghendaki adanya peralatan yang rumit, hanya radio yang sudah digunakan oleh pesawat tersebut untuk berkomunikasi dengan para ilmuwan di Bumi.
“Ini benar-benar merupakan salah satu dari instrumen ilmiah dari proyek planet tersebut,” kata Withers.
Karena begitu sederhananya, proses tersebut telah diaplikasikan pada setiap planet yang pernah dikunjungi oleh pesawat ruang angkasa tersebut.
Baru dalam beberapa tahun terkahir ini saja data yang ada tentang Venus dan Mars digunakan untuk meneliti atmosfer atas dari kedua planet tersebut. Hingga sekarang, belum ada simulasi numerik yang sudah dibuat untuk menjelaskan sebagian dari perbedaan tersebut, namun Withers mengemukakan harapan bahwa dunia ini akan berubah dalam waktu dekat. Simulasi serupa itu bisa membantu menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka dari observasi-observasi tersebut.
Withers juga berharap bahwa suatu saat kelak pemahaman rinci tentang ionosfer akan bisa membantu para ilmuwan terlibat dalam sejenis “arkeologi atmosferik” bagi Venus dan Mars.
Suatu hari nanti, para ilmuwan boleh jadi akan mampu melacak sejarah dari komet-komet yang ada dalam sistem tata surya dengan cara mengukur sejauh mana atmosfer-stmosfer planet telah dipengaruhi oleh lucutan debu dan gas dari komet-komet tersebut. Namun simpulan yang diambil dari sejenis penelitian ini bisa saja berguna di masa yang akan datang, kata Withers. (By Nola Taylor Redd | SPACE.com – Sun, Sep 9, 2012)
Follow SPACE.com for the latest in space science and exploration news on Twitter@Spacedotcomand on Facebook.


Copyright 2012 SPACE.com, a TechMediaNetwork company. All rights reserved. This material may not be published, broadcast, rewritten or redistributed.

comment 0 comments:

Post a Comment

 
© Hasim's Space | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger